Senin, 27 Maret 2017

The building blocks of Auditing: Asersi Manajemen, Tanggung Jawab Auditor, Materialitas dan Bukti Audit

The building blocks of Auditing: Asersi Manajemen, Tanggung Jawab Auditor, Materialitas dan Bukti Audit



Tujuan audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian pendapat tersebut, maka auditor harus menghimpun dan mengevaluasi bukti – bukti yang mendukung laporan keuangan tersebut. Dengan demikian, pekerjaan audit adalah pekerjaan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, dan sebagian besar waktu audit sebenarnya tercurah pada perolehan atau pengumpulan dan pengevaluasian bukti tersebut. Itu mengapa dalam setiap auditnya seorang Auditor harus memastikan bahwa dirinya memiliki bukti yang tepat serta memadai untuknya mengeluarkan pendapat atau opini atas penyajian suatu laporan keuangan.

Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal itu dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 326 pr. 1) menyatakan bahwa : “ Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi : Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pernyataan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.”

1. Definisi Bukti Audit

Mulyadi (2002 : 74) mendefinisikan bukti audit sebagai : Segala informasi yang mendukung angka – angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan  terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.

Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bukti audit “sebagai setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan”

2. Jenis Bukti Audit
Menurut Konrath (2002), bukti audit terdiri atas bermacam fakta dan inferensi yang mempengaruhi pemikiran seorang auditor atas sebuah penyajian laporan keuangan. Sehingga, berdasarkan karakteristiknya, terdapat 2 (dua) bentuk bukti audit yakni faktual dan inferensal. Bukti faktual merupakan bukti yang daripadanya dapat ditarik kesimpulan secara langsung. Secara umum bukti faktual dianggap lebih kuat dibandingkan bukti inferensial. Berbeda halnya dengan bukti inferensial, yang tidak secara langsung menghasilkan suatu kesimpulan bagi auditor. Meski begitu, bukti inferensial memiliki peranan yang cukup penting dan tidak dapat diabaikan sebab mampu memberikan sinyalemen yang mengarah kepada suatu hal yang seharusnya menjadi perhatian auditor.
Konrath (2002) juga membagi bukti audit ke dalam 6 (enam) jenis, yakni:
  1. Bukti Fisik (Physical Evidence)
  2. Bukti Konfirmasi (Evidence Obtained through Confirmation)
  3. Bukti Dokumen (Documentary Evidence)
  4. Bukti Matematik (Mathematical Evidence)
  5. Bukti Analitik (Analytical Evidence)
  6. Bukti Keterangan (Hearsay or Oral Evidence)
2.1 Bukti Fisik
Menurut Konrath (2002), bukti fisik terdiri atas setiap hal yang dapat dihitung (counted), diamati, maupun diinspeksi. Bukti fisik, melalui sifatnya yang faktual, memberikan dukungan utama bagi tujuan audit keberadaan (existence). Bukti fisik mencakup bukti-bukti audit yang dikategorikan oleh Arens (2012) sebagai pemeriksaan fisik (physical examination), observasi (observation), dan reperformance.
1. Pemeriksaan Fisik
Menurut Arens (2012) pemeriksaan fisik merupakan inspeksi atau perhitungan atas tangible assets oleh auditor. Terdapat perbedaan antara pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan dokumen. Jika objek yang diperiksa tidak memiliki nilai bawaan (inherent value), maka bukti auditnya disebut sebagai bukti audit dokumen, sepeti pemeriksan atas dokumen penjualan, maupun dokumen cek yang belum diterbitkan.
Secara umum, pemeriksaan fisik bertujuan untuk memastikan kuantitas dan wujud dari aset. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik juga menjadi metode untuk melakukan evaluasi atas kondisi dan kualitas aset. Pemeriksaan fisik, secara langsung mengandung maksud untuk melakukan verifikasi bahwa aset benar-benar ada (existence objective) dan juga bahwa seluruh aset yang ada memang telah dicatat (completeness objective).
2. Observasi
Menurut Arens (2012), observasi adalah penggunaan indera untuk menilai aktivitas klien. Sepanjang pelaksanaan audit, Meski termasuk ke dalam bukti audit, penting bagi auditor untuk menindaklanjuti kesan awal yang diperoleh melalui observasi dengan bukti-bukti penguat.
3. Repreformance
Merupakan pengujian independen oleh auditor, atas prosedur akuntansi maupun aktivitas pengendalian oleh klien, yang merupakan bagian dari sistem akuntansi dan pengendalian milik klien (Arens, 2012). Reperformance jamak digunakan sebagai salah satu metode dalam pelaksanaan tahapan audit uji pengendalian (Test of Control). Contoh dari reperformance adalah auditor melakukan perbandingan harga pada invoice dengan daftar harga, serta auditor melakukan kembali analisis dan klasifikasi aging atas tagihan yang dimiliki klien. Atau ketika auditor menggunakan dummy data untuk diolah dalam sistem informasi klien (data testing) untuk keperluan uji kecukupan pengendalian sistem informasi klien.
2.2 Bukti Konfirmasi
Arens (2012) menyebutkan bahwa konfirmasi merupakan perolehan tanggapan langsung tertulis dari pihak ketiga yang memberikan verifikasi atas akurasi informasi yang diminta oleh auditor. Permintaan tersebut ditujukan oleh auditor kepada klien, dan klien yang akan meminta pihak ketiga untuk memberikan respon secara langsung kepada auditor.
2.3 Bukti Dokumen
Bukti audit lain menurut Arens (2012) adalah bukti dokumen. Auditor melakukan pemeriksaan atas dokumen dan catatan klien. Dokumen yang diperiksa adalah catatan yang digunakan oleh klien untuk menyediakan informasi yang bertujuan untuk melaksanakan bisnis secara terorganisasi. Bukti dokumen dapat berwujud kertas, elektronik, maupun bentuk lainnya.
Bukti dokumen dapat diklasifikasikan sebagai dokumen internal maupun dokumen eksternal. Dokumen internal disiapkan dan digunakan di dalam organisasi tanpa diserahkan kepada pihak luar organisasi. Sedangkan dokumen eksternal diserahkan oleh pihak di luar organisasi klien yang terlibat dalam transaksi yang terdokumentasikan, dan disimpan oleh klien ataupun dapat diperoleh sewaktu-waktu.
Determinan utama bagi kesediaan auditor untuk menerima sebuah dokumen sebagai bukti yang memadai adalah apakah dokumen tersebut berasal dari pihak luar (eksternal) atau dari dalam organisasi (internal). Dan ketika dokumen tersebut merupakan dokumen internal, perlu diidentifikasi apakah dokumen tersebut dihasilkan dari proses dengan pengendalian internal yang memadai, ataukah tidak. Namun ketika dokumen tersebut berasal dari eksternal, maka diindikasikan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam transaksi, baik klien maupun pihak di lain yang terlibat, telah menyetujui informasi dan kondisi yang tertera dalam dokumen. Sehingga dokumen eksternal dianggap lebih dapat diandalkan.
2.4 Bukti Matematik
Konrath (2002) menyebut bahwa bukti matematik terdiri atas kalkulasi, rekalkulasi dan rekonsiliasi yang dilakukan oleh auditor. Bukti matematik tergolong bukti faktual sebab auditor melaksanakan komputasi atas data. Bukt matematik berkaitan utamanya dengan pengujian atas alokasi dan prinsip akrual. Contoh dari alokasi dan prinsip akrual yang diuji melalui rekalkulasi untuk memperoleh bukti matematik adalah perhitungan depresiasi, pajak, gaji, serta laba ataupun rugi dalam pelepasan aset.
Lebih lanjut Konrath (2002) mengutip bahwa GAAS mengharuskan auditor untuk secara teliti melakukan evaluasi apakah estimasi yang dibuat oleh manajemen sudah memadai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh auditor adalah mengembangkan ekspektasi independen atas estimasi untuk mengkonfirmasi estimasi manajemen. Hal inilah yang dapat juga menghasilkan bukti matematik. Seperti misalnya, auditor dapat melakukan perhitungan ulang atas beban warranty, NRV atas persediaan, atau pembentukan cadangan.
Begitu pula dengan rekonsiliasi, sebab melibatkan sejumlah komputas, maka dapat pula dikategorikan sebagai bukti matematik. Contohnya adalah rekonsiliasi bank, serta rekonsiliasi pencatatan pada perusahaan dengan anak (subsidiaries).
2.5 Bukti Analitik
Mengutip AICPA Professional Standards, Konrath (2012) menyatakan bahwa prosedur bukti analitik merupakan pengujian substantif atas informasi keuangan dengan melakukan studi dan perbandingan atas hubungan di antara data. Prosedur analitik digunakan pada tahap perencanaan serta penyelesaian audit. Pada tahap perencanaan, prosedur analitik digunakan untuk mengidentifikasi area dengan risiko audit yang tinggi. Sedangkan pada tahap penyelesaian, kembali auditor menggunakan prosedur analitik untuk melakukan evaluasi atas kewajaran saldo dan transaksi setelah audit.
Arens (2012) mengidentifikasi setidaknya ada 4 (empat) tujuan dari prosedur analitik:
  1. Memahami industri dan bisnis klien. Auditor diharuskan memperoleh pengetahuan berkaitan dengan industri dan bisnis klien sebagai bagian dari perencanaan audit. Pada prosedur analitik yang membandingkan antara data keuangan perusahaan dengan tahun sebelumnya, perubahan-perubahan yang terjadi diperhatikan.
  2. Menilai keberlangsungan (going concern) perusahaan. Prosedur analitik seringkali digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah entitas sedang mengalami masalah keuangan. Beberapa prosedur anaalitik dapat membantu auditor menilai kemungkinan pailit. Contohnya adalah rasio hutang jangka panjang atas nilai bersih perusahaan yang di atas normal, bersamaan dengan rasio laba atas total aset yang lebih rendah dari rata-rata, mengindikasikan besarnya risiko pailit.
  3. Mengindikasikan adanya kemungkinan salah saji laporan keuangan. Salah saji laporan keuangan dapat menjadi salah satu sebab bagi fluktuasi yang tidak wajar. Adanya fluktuasi tidak wajar yang ditemui ketika melakukan komparasi data keuangan tahun ini dengan tahun sebelumnya. Ketika fluktuasi yang tidak wajar nilainya sangat besar, maka auditor harus menemukan sebab alasan terjadinya fluktuasi tersebut, dan memastikan bahwa hal tersebut disebabkan adanya suatu kejadian ekonomi yang valid, alih-alih dikarenakan salah saji akuntansi.
  4. Mengurangi pengujian audit yang detail. Manakala prosedur analitik tidak menunjukkan adanya fluktuasi yang tidak wajar, hal ini berdampak pada kecilnya kemungkinan salah saji material. Dalam hal ini, prosedur analitik menjadi bukti substantif yang mendukung kewajaran penyajian saldo neraca yang bersangkutan.
2.6 Bukti Keterangan
Arens (2012) menyebut bukti keterangan (hearsay evidence) dengan istilah inquiries of the client. Merupakan perolehan informasi baik secara tertulis maupun lisan sebagai tanggapan atas pertanyaan dari auditor. Meskipun bukti keterangan yang diperoleh tersebut dapat dipertimbangkan, namun biasanya bukti tersebut dianggap kurang konklusif sebab berasal dari sumber yang tidak independen dan mungkin saja bias sebab keberpihakan kepada kepentingan klien.
3. Kesesuaian dan Kecukupan Bukti
Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:

-       Materialitas
Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.
-       Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.
-       Faktor-Faktor Ekonomi
Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun.
-       Ukuran dan Karakteristik Populasi
Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.

Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasinya.

Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

4. Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat:
a.            Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
b.            Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
c.            Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.

Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien, semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu. Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif. Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement.

5. Memastikan bukti yang tepat diperoleh selama proses audit.
Sebagaimana di sebutkan di atas menurut Mulyadi, Pembahasan bukti audit ini didasarkan pada Standar pekerjaan lapangan ketiga yang berbunyi: "Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. "Ada empat kata penting dalam standar tersebut yang perlu dijelaskan yaitu (1) Bukti (2) Cukup (3) Kompeten (4) Sebagai dasar yang layak.

Pengumpulan bukti dilakukan dari 2 arah secara simultan (top-down & bottom-up), yaitu top-down audit evidence dan Bottom-up audit evidence.
1.    Top-down audit evidence
Fokus kepada perolehan pemahaman bisnis & industri klien, tujuan & sasaran manajemen, penggunaan sumber2 untuk mencapai tujuan, keunggulan kompetitif organisasi klien, proses bisnis yang utama, earnings dan cash flow yang dihasilkan.Tujuan memperoleh pengetahuan tentang perusahaan klien dan mengembangkan harapan auditor terhadap laporan keuangan

2.    Bottom-up audit evidence
Fokus kepada pengujian2 secara langsung terhadap transaksi2, saldo2 akun, dan system yang mencatat transaksi dan menghasilkan saldo2 akun. Tujuan memperoleh & bukti2 yang mendukung transaksi2 & saldo2 akun dalam laporan keuangan

Untuk memperoleh dan memastikan bukti yang di dapat adalah tepat, beberapa hal di bawah ini perlu di perhatikan oleh seorang Audit.

1.    Penentuan prosedur audit yang akan digunakan untuk mengumpulkan bukti audit, auditor mengunakan prosedur audit
2.    Penentuan Besarnya Sampel
Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor untuk setiap prosedur audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara yang satu dengan audit yang lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
3.     Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih  memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa.
4.    Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan Prosedut Audit
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasa nya 1 tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera awal tahun. Umumnya, klien menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu minggu dengan tiga bulan setelah tanggal neraca.

Prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi:
1.      Inspeksi
Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen dan catatan-catatan atau kondisi fisik sesuatu. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva tetap misalnya, auditor akan dapat menaksir keaslian dokumen,atau mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang mungkin dilakukan.
2.    Pengamatan
Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat pelaksanaan suatu kegiatan.
3.    Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
4.    Permintaan keterangan
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan dokumenter.
5.    Penelusuran
Dalam melaksanakan prosedur audit ini, auditor melakukan penelurusan informasi sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi.
6.    Pemeriksaan dokumen pendukung.
Pemeriksaan dokumen pendukung merupakan prosedur audit yang meliputi:
-       Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mengdukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
-    Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
7.   Perhitungan
Perhitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas pertanggung jawaban semua formulir bernomor urut tercetak.
8.    Scanning
Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikkan lebih mendalam.
9.   Pelaksanaan ulang
Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien.
10. Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor perlu menggunakan teknik audit berbentuan komputer dalam menggunakan berbagai prosedur audit yang dijelaskan diatas. .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar