The building blocks of Auditing: Asersi Manajemen, Tanggung Jawab
Auditor, Materialitas dan Bukti Audit
Tujuan audit laporan keuangan adalah
menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari
pemberian pendapat tersebut, maka auditor harus menghimpun dan mengevaluasi
bukti – bukti yang mendukung laporan keuangan tersebut. Dengan demikian,
pekerjaan audit adalah pekerjaan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, dan
sebagian besar waktu audit sebenarnya tercurah pada perolehan atau pengumpulan
dan pengevaluasian bukti tersebut. Itu mengapa dalam setiap auditnya seorang
Auditor harus memastikan bahwa dirinya memiliki bukti yang tepat serta memadai
untuknya mengeluarkan pendapat atau opini atas penyajian suatu laporan
keuangan.
Bukti audit merupakan suatu konsep yang
fundamental di dalam audit, dan hal itu dinyatakan dalam standar pekerjaan
lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 326 pr. 1) menyatakan bahwa :
“ Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi : Bukti audit kompeten yang cukup
harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pernyataan, dan
konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan auditan.”
1. Definisi Bukti Audit
Mulyadi (2002 : 74) mendefinisikan bukti audit sebagai : Segala
informasi yang mendukung angka – angka atau informasi lain yang disajikan dalam
laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk
menyatakan pendapatnya. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data akuntansi dan
semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi
auditor.
Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225)
mendefinisikan bukti audit “sebagai setiap informasi yang digunakan oleh
auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah dinyatakan sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan”
2. Jenis Bukti Audit
Menurut Konrath (2002), bukti audit terdiri
atas bermacam fakta dan inferensi yang mempengaruhi pemikiran seorang auditor
atas sebuah penyajian laporan keuangan. Sehingga, berdasarkan karakteristiknya,
terdapat 2 (dua) bentuk bukti audit yakni faktual dan inferensal. Bukti faktual
merupakan bukti yang daripadanya dapat ditarik kesimpulan secara langsung.
Secara umum bukti faktual dianggap lebih kuat dibandingkan bukti inferensial.
Berbeda halnya dengan bukti inferensial, yang tidak secara langsung menghasilkan
suatu kesimpulan bagi auditor. Meski begitu, bukti inferensial memiliki peranan
yang cukup penting dan tidak dapat diabaikan sebab mampu memberikan sinyalemen
yang mengarah kepada suatu hal yang seharusnya menjadi perhatian auditor.
Konrath (2002) juga membagi bukti audit ke dalam 6 (enam) jenis,
yakni:
- Bukti Fisik (Physical Evidence)
- Bukti Konfirmasi (Evidence Obtained through
Confirmation)
- Bukti Dokumen (Documentary Evidence)
- Bukti Matematik (Mathematical Evidence)
- Bukti Analitik (Analytical Evidence)
- Bukti Keterangan (Hearsay or Oral Evidence)
2.1 Bukti Fisik
Menurut Konrath (2002), bukti fisik terdiri
atas setiap hal yang dapat dihitung (counted), diamati, maupun
diinspeksi. Bukti fisik, melalui sifatnya yang faktual, memberikan dukungan
utama bagi tujuan audit keberadaan (existence). Bukti fisik mencakup
bukti-bukti audit yang dikategorikan oleh Arens (2012) sebagai pemeriksaan
fisik (physical examination), observasi (observation), dan reperformance.
1. Pemeriksaan Fisik
Menurut Arens (2012)
pemeriksaan fisik merupakan inspeksi atau perhitungan atas tangible
assets oleh auditor. Terdapat perbedaan antara pemeriksaan fisik
dengan pemeriksaan dokumen. Jika objek yang diperiksa tidak memiliki nilai
bawaan (inherent value), maka bukti auditnya disebut sebagai bukti audit
dokumen, sepeti pemeriksan atas dokumen penjualan, maupun dokumen cek yang
belum diterbitkan.
Secara umum,
pemeriksaan fisik bertujuan untuk memastikan kuantitas dan wujud dari aset.
Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik juga menjadi metode untuk melakukan
evaluasi atas kondisi dan kualitas aset. Pemeriksaan fisik, secara langsung
mengandung maksud untuk melakukan verifikasi bahwa aset benar-benar ada (existence
objective) dan juga bahwa seluruh aset yang ada memang telah dicatat (completeness
objective).
2. Observasi
Menurut Arens (2012),
observasi adalah penggunaan indera untuk menilai aktivitas klien. Sepanjang
pelaksanaan audit, Meski termasuk ke dalam bukti audit, penting bagi auditor
untuk menindaklanjuti kesan awal yang diperoleh melalui observasi dengan
bukti-bukti penguat.
3. Repreformance
Merupakan pengujian
independen oleh auditor, atas prosedur akuntansi maupun aktivitas pengendalian
oleh klien, yang merupakan bagian dari sistem akuntansi dan pengendalian milik
klien (Arens, 2012). Reperformance jamak digunakan sebagai
salah satu metode dalam pelaksanaan tahapan audit uji pengendalian (Test of
Control). Contoh dari reperformance adalah auditor
melakukan perbandingan harga pada invoice dengan daftar harga,
serta auditor melakukan kembali analisis dan klasifikasi aging atas
tagihan yang dimiliki klien. Atau ketika auditor menggunakan dummy data untuk
diolah dalam sistem informasi klien (data testing) untuk keperluan uji
kecukupan pengendalian sistem informasi klien.
2.2 Bukti Konfirmasi
Arens (2012) menyebutkan bahwa konfirmasi
merupakan perolehan tanggapan langsung tertulis dari pihak ketiga yang
memberikan verifikasi atas akurasi informasi yang diminta oleh auditor.
Permintaan tersebut ditujukan oleh auditor kepada klien, dan klien yang akan
meminta pihak ketiga untuk memberikan respon secara langsung kepada auditor.
2.3 Bukti Dokumen
Bukti audit lain menurut Arens (2012) adalah
bukti dokumen. Auditor melakukan pemeriksaan atas dokumen dan catatan klien. Dokumen
yang diperiksa adalah catatan yang digunakan oleh klien untuk menyediakan
informasi yang bertujuan untuk melaksanakan bisnis secara terorganisasi. Bukti
dokumen dapat berwujud kertas, elektronik, maupun bentuk lainnya.
Bukti dokumen dapat diklasifikasikan sebagai
dokumen internal maupun dokumen eksternal. Dokumen internal disiapkan dan
digunakan di dalam organisasi tanpa diserahkan kepada pihak luar organisasi.
Sedangkan dokumen eksternal diserahkan oleh pihak di luar organisasi klien yang
terlibat dalam transaksi yang terdokumentasikan, dan disimpan oleh klien
ataupun dapat diperoleh sewaktu-waktu.
Determinan utama bagi kesediaan auditor untuk
menerima sebuah dokumen sebagai bukti yang memadai adalah apakah dokumen
tersebut berasal dari pihak luar (eksternal) atau dari dalam organisasi
(internal). Dan ketika dokumen tersebut merupakan dokumen internal, perlu
diidentifikasi apakah dokumen tersebut dihasilkan dari proses dengan
pengendalian internal yang memadai, ataukah tidak. Namun ketika dokumen tersebut
berasal dari eksternal, maka diindikasikan bahwa setiap pihak yang terlibat
dalam transaksi, baik klien maupun pihak di lain yang terlibat, telah
menyetujui informasi dan kondisi yang tertera dalam dokumen. Sehingga dokumen
eksternal dianggap lebih dapat diandalkan.
2.4 Bukti Matematik
Konrath (2002) menyebut bahwa bukti matematik terdiri atas
kalkulasi, rekalkulasi dan rekonsiliasi yang dilakukan oleh auditor. Bukti
matematik tergolong bukti faktual sebab auditor melaksanakan komputasi atas
data. Bukt matematik berkaitan utamanya dengan pengujian atas alokasi dan
prinsip akrual. Contoh dari alokasi dan prinsip akrual yang diuji melalui
rekalkulasi untuk memperoleh bukti matematik adalah perhitungan depresiasi,
pajak, gaji, serta laba ataupun rugi dalam pelepasan aset.
Lebih lanjut Konrath (2002) mengutip bahwa GAAS mengharuskan
auditor untuk secara teliti melakukan evaluasi apakah estimasi yang dibuat oleh
manajemen sudah memadai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh
auditor adalah mengembangkan ekspektasi independen atas estimasi untuk
mengkonfirmasi estimasi manajemen. Hal inilah yang dapat juga menghasilkan
bukti matematik. Seperti misalnya, auditor dapat melakukan perhitungan ulang
atas beban warranty, NRV atas persediaan, atau pembentukan
cadangan.
Begitu pula dengan rekonsiliasi, sebab melibatkan sejumlah
komputas, maka dapat pula dikategorikan sebagai bukti matematik. Contohnya
adalah rekonsiliasi bank, serta rekonsiliasi pencatatan pada perusahaan dengan
anak (subsidiaries).
2.5 Bukti Analitik
Mengutip AICPA Professional Standards, Konrath
(2012) menyatakan bahwa prosedur bukti analitik merupakan pengujian substantif
atas informasi keuangan dengan melakukan studi dan perbandingan atas hubungan
di antara data. Prosedur analitik digunakan pada tahap perencanaan serta
penyelesaian audit. Pada tahap perencanaan, prosedur analitik digunakan untuk
mengidentifikasi area dengan risiko audit yang tinggi. Sedangkan pada tahap
penyelesaian, kembali auditor menggunakan prosedur analitik untuk melakukan
evaluasi atas kewajaran saldo dan transaksi setelah audit.
Arens (2012) mengidentifikasi setidaknya ada 4 (empat) tujuan
dari prosedur analitik:
- Memahami industri dan bisnis klien. Auditor diharuskan memperoleh pengetahuan berkaitan
dengan industri dan bisnis klien sebagai bagian dari perencanaan audit.
Pada prosedur analitik yang membandingkan antara data keuangan perusahaan
dengan tahun sebelumnya, perubahan-perubahan yang terjadi diperhatikan.
- Menilai keberlangsungan (going concern)
perusahaan. Prosedur
analitik seringkali digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah
entitas sedang mengalami masalah keuangan. Beberapa prosedur anaalitik
dapat membantu auditor menilai kemungkinan pailit. Contohnya adalah rasio
hutang jangka panjang atas nilai bersih perusahaan yang di atas normal,
bersamaan dengan rasio laba atas total aset yang lebih rendah dari
rata-rata, mengindikasikan besarnya risiko pailit.
- Mengindikasikan adanya kemungkinan salah saji laporan
keuangan. Salah saji laporan keuangan
dapat menjadi salah satu sebab bagi fluktuasi yang tidak wajar. Adanya
fluktuasi tidak wajar yang ditemui ketika melakukan komparasi data
keuangan tahun ini dengan tahun sebelumnya. Ketika fluktuasi yang tidak
wajar nilainya sangat besar, maka auditor harus menemukan sebab alasan
terjadinya fluktuasi tersebut, dan memastikan bahwa hal tersebut
disebabkan adanya suatu kejadian ekonomi yang valid, alih-alih dikarenakan
salah saji akuntansi.
- Mengurangi pengujian audit yang detail. Manakala prosedur analitik tidak menunjukkan adanya
fluktuasi yang tidak wajar, hal ini berdampak pada kecilnya kemungkinan
salah saji material. Dalam hal ini, prosedur analitik menjadi bukti
substantif yang mendukung kewajaran penyajian saldo neraca yang
bersangkutan.
2.6 Bukti Keterangan
Arens (2012) menyebut bukti keterangan (hearsay evidence)
dengan istilah inquiries of the client. Merupakan perolehan
informasi baik secara tertulis maupun lisan sebagai tanggapan atas pertanyaan
dari auditor. Meskipun bukti keterangan yang diperoleh tersebut dapat
dipertimbangkan, namun biasanya bukti tersebut dianggap kurang konklusif sebab
berasal dari sumber yang tidak independen dan mungkin saja bias sebab
keberpihakan kepada kepentingan klien.
3. Kesesuaian dan Kecukupan Bukti
Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan
kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri
dari:
-
Materialitas
Auditor harus membuat
pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Ada hubungan
terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan.
Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang
diperlukan. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable
missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi
menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin
tidak ada salah saji material yang terjadi.
-
Risiko
audit
Ada hubungan terbalik
antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung
pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti
tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan
pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk
menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang
dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.
-
Faktor-Faktor
Ekonomi
Auditor memilih
keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang digunakan
sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun
bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu
untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh
melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun.
-
Ukuran
dan Karakteristik Populasi
Auditor tidak mungkin menghimpun
dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk mendukung pendapatnya. Hal
tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan terhadap
bukti audit dilakukan atas dasar sampling.
Ada hubungan searah antara besarnya populasi
dengan besar sampling yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar
populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari
populasinya.
Karakteristik populasi berkaitan dengan
homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota populasi.
Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat atau
mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang
seragam.
4. Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit,
terlepas bentuknya, harus sah dan relevan. Keabsahan sangat tergantung atas
keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian
penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai macam
bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika
pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai
keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat
saling meniadakan, dapat bermanfaat:
a.
Apabila bukti dapat
diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit auditor
independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada
bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
b.
Semakin efektif
pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan
data akuntansi dan laporan keuangan.
c.
Pengetahuan auditor
secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan,
perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang
diperoleh secara tidak langsung.
Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang
berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan efektivitas pengendalian
internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien, semakin kompeten
catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa informasi
penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat
digunakan untuk suatu maksud tertentu. Sebagai contoh pengamatan fisik
persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk menentukan keberadaan
persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk
menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung
dari pihak luar perusahaan yang independen merupakan bukti yang paling dapat
dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan keandalan yang lebih
besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal
pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu sangat penting terutama dalam
verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait
karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah
dilakukan secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan
kompeten daripada bukti subjektif. Dalam menelaah bukti subjektif, seperti
estimasi manajemen, auditor harus mempertimbangkan kualifikasi dan integritas
individu pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan
dalam membuat judgement.
5. Memastikan bukti yang tepat diperoleh selama proses audit.
Sebagaimana di sebutkan di atas menurut
Mulyadi, Pembahasan bukti audit ini didasarkan pada Standar pekerjaan lapangan
ketiga yang berbunyi: "Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh
melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai
dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. "Ada
empat kata penting dalam standar tersebut yang perlu dijelaskan yaitu (1) Bukti
(2) Cukup (3) Kompeten (4) Sebagai dasar yang layak.
Pengumpulan bukti dilakukan dari 2 arah secara simultan
(top-down & bottom-up), yaitu top-down audit evidence dan Bottom-up audit
evidence.
1.
Top-down audit evidence
Fokus
kepada perolehan pemahaman bisnis & industri klien, tujuan & sasaran
manajemen, penggunaan sumber2 untuk mencapai tujuan, keunggulan kompetitif
organisasi klien, proses bisnis yang utama, earnings dan cash flow yang
dihasilkan.Tujuan memperoleh pengetahuan tentang perusahaan klien dan
mengembangkan harapan auditor terhadap laporan keuangan
2.
Bottom-up audit evidence
Fokus
kepada pengujian2 secara langsung terhadap transaksi2, saldo2 akun, dan system
yang mencatat transaksi dan menghasilkan saldo2 akun. Tujuan memperoleh & bukti2 yang
mendukung transaksi2 & saldo2 akun dalam laporan keuangan
Untuk memperoleh dan memastikan bukti yang di dapat
adalah tepat, beberapa hal di bawah ini perlu di perhatikan oleh seorang Audit.
1.
Penentuan prosedur
audit yang akan digunakan untuk mengumpulkan bukti audit, auditor mengunakan
prosedur audit
2.
Penentuan Besarnya
Sampel
Keputusan mengenai
banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor untuk setiap prosedur
audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara yang satu dengan audit yang
lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
3.
Penentuan Unsur
Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah besarnya
sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih memutuskan unsur mana yang akan dipilih
sebagai anggota sampel untuk diperiksa.
4.
Penentuan Waktu yang
Cocok untuk Melaksanakan Prosedut Audit
Karena audit terhadap
laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasa nya 1 tahun, maka
auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera awal tahun. Umumnya, klien
menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu minggu dengan tiga bulan
setelah tanggal neraca.
Prosedur audit yang
biasa dilakukan oleh auditor meliputi:
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan
pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen dan catatan-catatan atau kondisi
fisik sesuatu. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva
tetap misalnya, auditor akan dapat menaksir keaslian dokumen,atau mendeteksi
adanya perubahan-perubahan yang mungkin dilakukan.
2.
Pengamatan
Pengamatan merupakan
prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat pelaksanaan suatu
kegiatan.
3.
Konfirmasi
Konfirmasi merupakan
bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara
langsung dari pihak ketiga yang bebas.
4.
Permintaan keterangan
Permintaan keterangan
merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan.
Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan
dokumenter.
5.
Penelusuran
Dalam melaksanakan
prosedur audit ini, auditor melakukan penelurusan informasi sejak mula-mula
data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan
pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi.
6.
Pemeriksaan dokumen
pendukung.
Pemeriksaan
dokumen pendukung merupakan prosedur audit yang meliputi:
-
Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang
mengdukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan
kebenarannya.
- Pembandingan dokumen tersebut dengan
catatan akuntansi yang berkaitan.
7. Perhitungan
Perhitungan fisik terhadap sumber daya
berwujud seperti kas pertanggung jawaban semua formulir bernomor urut tercetak.
8.
Scanning
Scanning merupakan
review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk mendeteksi
unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikkan lebih
mendalam.
9. Pelaksanaan
ulang
Prosedur audit ini
merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya
pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah
dilakukan oleh klien.
10. Teknik
audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana catatan
akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor perlu
menggunakan teknik audit berbentuan komputer dalam menggunakan berbagai
prosedur audit yang dijelaskan diatas. .