Senin, 27 Maret 2017

The building blocks of Auditing: Asersi Manajemen, Tanggung Jawab Auditor, Materialitas dan Bukti Audit

The building blocks of Auditing: Asersi Manajemen, Tanggung Jawab Auditor, Materialitas dan Bukti Audit



Tujuan audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian pendapat tersebut, maka auditor harus menghimpun dan mengevaluasi bukti – bukti yang mendukung laporan keuangan tersebut. Dengan demikian, pekerjaan audit adalah pekerjaan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, dan sebagian besar waktu audit sebenarnya tercurah pada perolehan atau pengumpulan dan pengevaluasian bukti tersebut. Itu mengapa dalam setiap auditnya seorang Auditor harus memastikan bahwa dirinya memiliki bukti yang tepat serta memadai untuknya mengeluarkan pendapat atau opini atas penyajian suatu laporan keuangan.

Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal itu dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 326 pr. 1) menyatakan bahwa : “ Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi : Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pernyataan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.”

1. Definisi Bukti Audit

Mulyadi (2002 : 74) mendefinisikan bukti audit sebagai : Segala informasi yang mendukung angka – angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan  terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.

Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bukti audit “sebagai setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan”

2. Jenis Bukti Audit
Menurut Konrath (2002), bukti audit terdiri atas bermacam fakta dan inferensi yang mempengaruhi pemikiran seorang auditor atas sebuah penyajian laporan keuangan. Sehingga, berdasarkan karakteristiknya, terdapat 2 (dua) bentuk bukti audit yakni faktual dan inferensal. Bukti faktual merupakan bukti yang daripadanya dapat ditarik kesimpulan secara langsung. Secara umum bukti faktual dianggap lebih kuat dibandingkan bukti inferensial. Berbeda halnya dengan bukti inferensial, yang tidak secara langsung menghasilkan suatu kesimpulan bagi auditor. Meski begitu, bukti inferensial memiliki peranan yang cukup penting dan tidak dapat diabaikan sebab mampu memberikan sinyalemen yang mengarah kepada suatu hal yang seharusnya menjadi perhatian auditor.
Konrath (2002) juga membagi bukti audit ke dalam 6 (enam) jenis, yakni:
  1. Bukti Fisik (Physical Evidence)
  2. Bukti Konfirmasi (Evidence Obtained through Confirmation)
  3. Bukti Dokumen (Documentary Evidence)
  4. Bukti Matematik (Mathematical Evidence)
  5. Bukti Analitik (Analytical Evidence)
  6. Bukti Keterangan (Hearsay or Oral Evidence)
2.1 Bukti Fisik
Menurut Konrath (2002), bukti fisik terdiri atas setiap hal yang dapat dihitung (counted), diamati, maupun diinspeksi. Bukti fisik, melalui sifatnya yang faktual, memberikan dukungan utama bagi tujuan audit keberadaan (existence). Bukti fisik mencakup bukti-bukti audit yang dikategorikan oleh Arens (2012) sebagai pemeriksaan fisik (physical examination), observasi (observation), dan reperformance.
1. Pemeriksaan Fisik
Menurut Arens (2012) pemeriksaan fisik merupakan inspeksi atau perhitungan atas tangible assets oleh auditor. Terdapat perbedaan antara pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan dokumen. Jika objek yang diperiksa tidak memiliki nilai bawaan (inherent value), maka bukti auditnya disebut sebagai bukti audit dokumen, sepeti pemeriksan atas dokumen penjualan, maupun dokumen cek yang belum diterbitkan.
Secara umum, pemeriksaan fisik bertujuan untuk memastikan kuantitas dan wujud dari aset. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik juga menjadi metode untuk melakukan evaluasi atas kondisi dan kualitas aset. Pemeriksaan fisik, secara langsung mengandung maksud untuk melakukan verifikasi bahwa aset benar-benar ada (existence objective) dan juga bahwa seluruh aset yang ada memang telah dicatat (completeness objective).
2. Observasi
Menurut Arens (2012), observasi adalah penggunaan indera untuk menilai aktivitas klien. Sepanjang pelaksanaan audit, Meski termasuk ke dalam bukti audit, penting bagi auditor untuk menindaklanjuti kesan awal yang diperoleh melalui observasi dengan bukti-bukti penguat.
3. Repreformance
Merupakan pengujian independen oleh auditor, atas prosedur akuntansi maupun aktivitas pengendalian oleh klien, yang merupakan bagian dari sistem akuntansi dan pengendalian milik klien (Arens, 2012). Reperformance jamak digunakan sebagai salah satu metode dalam pelaksanaan tahapan audit uji pengendalian (Test of Control). Contoh dari reperformance adalah auditor melakukan perbandingan harga pada invoice dengan daftar harga, serta auditor melakukan kembali analisis dan klasifikasi aging atas tagihan yang dimiliki klien. Atau ketika auditor menggunakan dummy data untuk diolah dalam sistem informasi klien (data testing) untuk keperluan uji kecukupan pengendalian sistem informasi klien.
2.2 Bukti Konfirmasi
Arens (2012) menyebutkan bahwa konfirmasi merupakan perolehan tanggapan langsung tertulis dari pihak ketiga yang memberikan verifikasi atas akurasi informasi yang diminta oleh auditor. Permintaan tersebut ditujukan oleh auditor kepada klien, dan klien yang akan meminta pihak ketiga untuk memberikan respon secara langsung kepada auditor.
2.3 Bukti Dokumen
Bukti audit lain menurut Arens (2012) adalah bukti dokumen. Auditor melakukan pemeriksaan atas dokumen dan catatan klien. Dokumen yang diperiksa adalah catatan yang digunakan oleh klien untuk menyediakan informasi yang bertujuan untuk melaksanakan bisnis secara terorganisasi. Bukti dokumen dapat berwujud kertas, elektronik, maupun bentuk lainnya.
Bukti dokumen dapat diklasifikasikan sebagai dokumen internal maupun dokumen eksternal. Dokumen internal disiapkan dan digunakan di dalam organisasi tanpa diserahkan kepada pihak luar organisasi. Sedangkan dokumen eksternal diserahkan oleh pihak di luar organisasi klien yang terlibat dalam transaksi yang terdokumentasikan, dan disimpan oleh klien ataupun dapat diperoleh sewaktu-waktu.
Determinan utama bagi kesediaan auditor untuk menerima sebuah dokumen sebagai bukti yang memadai adalah apakah dokumen tersebut berasal dari pihak luar (eksternal) atau dari dalam organisasi (internal). Dan ketika dokumen tersebut merupakan dokumen internal, perlu diidentifikasi apakah dokumen tersebut dihasilkan dari proses dengan pengendalian internal yang memadai, ataukah tidak. Namun ketika dokumen tersebut berasal dari eksternal, maka diindikasikan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam transaksi, baik klien maupun pihak di lain yang terlibat, telah menyetujui informasi dan kondisi yang tertera dalam dokumen. Sehingga dokumen eksternal dianggap lebih dapat diandalkan.
2.4 Bukti Matematik
Konrath (2002) menyebut bahwa bukti matematik terdiri atas kalkulasi, rekalkulasi dan rekonsiliasi yang dilakukan oleh auditor. Bukti matematik tergolong bukti faktual sebab auditor melaksanakan komputasi atas data. Bukt matematik berkaitan utamanya dengan pengujian atas alokasi dan prinsip akrual. Contoh dari alokasi dan prinsip akrual yang diuji melalui rekalkulasi untuk memperoleh bukti matematik adalah perhitungan depresiasi, pajak, gaji, serta laba ataupun rugi dalam pelepasan aset.
Lebih lanjut Konrath (2002) mengutip bahwa GAAS mengharuskan auditor untuk secara teliti melakukan evaluasi apakah estimasi yang dibuat oleh manajemen sudah memadai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh auditor adalah mengembangkan ekspektasi independen atas estimasi untuk mengkonfirmasi estimasi manajemen. Hal inilah yang dapat juga menghasilkan bukti matematik. Seperti misalnya, auditor dapat melakukan perhitungan ulang atas beban warranty, NRV atas persediaan, atau pembentukan cadangan.
Begitu pula dengan rekonsiliasi, sebab melibatkan sejumlah komputas, maka dapat pula dikategorikan sebagai bukti matematik. Contohnya adalah rekonsiliasi bank, serta rekonsiliasi pencatatan pada perusahaan dengan anak (subsidiaries).
2.5 Bukti Analitik
Mengutip AICPA Professional Standards, Konrath (2012) menyatakan bahwa prosedur bukti analitik merupakan pengujian substantif atas informasi keuangan dengan melakukan studi dan perbandingan atas hubungan di antara data. Prosedur analitik digunakan pada tahap perencanaan serta penyelesaian audit. Pada tahap perencanaan, prosedur analitik digunakan untuk mengidentifikasi area dengan risiko audit yang tinggi. Sedangkan pada tahap penyelesaian, kembali auditor menggunakan prosedur analitik untuk melakukan evaluasi atas kewajaran saldo dan transaksi setelah audit.
Arens (2012) mengidentifikasi setidaknya ada 4 (empat) tujuan dari prosedur analitik:
  1. Memahami industri dan bisnis klien. Auditor diharuskan memperoleh pengetahuan berkaitan dengan industri dan bisnis klien sebagai bagian dari perencanaan audit. Pada prosedur analitik yang membandingkan antara data keuangan perusahaan dengan tahun sebelumnya, perubahan-perubahan yang terjadi diperhatikan.
  2. Menilai keberlangsungan (going concern) perusahaan. Prosedur analitik seringkali digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah entitas sedang mengalami masalah keuangan. Beberapa prosedur anaalitik dapat membantu auditor menilai kemungkinan pailit. Contohnya adalah rasio hutang jangka panjang atas nilai bersih perusahaan yang di atas normal, bersamaan dengan rasio laba atas total aset yang lebih rendah dari rata-rata, mengindikasikan besarnya risiko pailit.
  3. Mengindikasikan adanya kemungkinan salah saji laporan keuangan. Salah saji laporan keuangan dapat menjadi salah satu sebab bagi fluktuasi yang tidak wajar. Adanya fluktuasi tidak wajar yang ditemui ketika melakukan komparasi data keuangan tahun ini dengan tahun sebelumnya. Ketika fluktuasi yang tidak wajar nilainya sangat besar, maka auditor harus menemukan sebab alasan terjadinya fluktuasi tersebut, dan memastikan bahwa hal tersebut disebabkan adanya suatu kejadian ekonomi yang valid, alih-alih dikarenakan salah saji akuntansi.
  4. Mengurangi pengujian audit yang detail. Manakala prosedur analitik tidak menunjukkan adanya fluktuasi yang tidak wajar, hal ini berdampak pada kecilnya kemungkinan salah saji material. Dalam hal ini, prosedur analitik menjadi bukti substantif yang mendukung kewajaran penyajian saldo neraca yang bersangkutan.
2.6 Bukti Keterangan
Arens (2012) menyebut bukti keterangan (hearsay evidence) dengan istilah inquiries of the client. Merupakan perolehan informasi baik secara tertulis maupun lisan sebagai tanggapan atas pertanyaan dari auditor. Meskipun bukti keterangan yang diperoleh tersebut dapat dipertimbangkan, namun biasanya bukti tersebut dianggap kurang konklusif sebab berasal dari sumber yang tidak independen dan mungkin saja bias sebab keberpihakan kepada kepentingan klien.
3. Kesesuaian dan Kecukupan Bukti
Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:

-       Materialitas
Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.
-       Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.
-       Faktor-Faktor Ekonomi
Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun.
-       Ukuran dan Karakteristik Populasi
Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.

Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasinya.

Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

4. Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat:
a.            Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
b.            Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
c.            Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.

Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien, semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu. Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif. Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement.

5. Memastikan bukti yang tepat diperoleh selama proses audit.
Sebagaimana di sebutkan di atas menurut Mulyadi, Pembahasan bukti audit ini didasarkan pada Standar pekerjaan lapangan ketiga yang berbunyi: "Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. "Ada empat kata penting dalam standar tersebut yang perlu dijelaskan yaitu (1) Bukti (2) Cukup (3) Kompeten (4) Sebagai dasar yang layak.

Pengumpulan bukti dilakukan dari 2 arah secara simultan (top-down & bottom-up), yaitu top-down audit evidence dan Bottom-up audit evidence.
1.    Top-down audit evidence
Fokus kepada perolehan pemahaman bisnis & industri klien, tujuan & sasaran manajemen, penggunaan sumber2 untuk mencapai tujuan, keunggulan kompetitif organisasi klien, proses bisnis yang utama, earnings dan cash flow yang dihasilkan.Tujuan memperoleh pengetahuan tentang perusahaan klien dan mengembangkan harapan auditor terhadap laporan keuangan

2.    Bottom-up audit evidence
Fokus kepada pengujian2 secara langsung terhadap transaksi2, saldo2 akun, dan system yang mencatat transaksi dan menghasilkan saldo2 akun. Tujuan memperoleh & bukti2 yang mendukung transaksi2 & saldo2 akun dalam laporan keuangan

Untuk memperoleh dan memastikan bukti yang di dapat adalah tepat, beberapa hal di bawah ini perlu di perhatikan oleh seorang Audit.

1.    Penentuan prosedur audit yang akan digunakan untuk mengumpulkan bukti audit, auditor mengunakan prosedur audit
2.    Penentuan Besarnya Sampel
Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor untuk setiap prosedur audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara yang satu dengan audit yang lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
3.     Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih  memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa.
4.    Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan Prosedut Audit
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasa nya 1 tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera awal tahun. Umumnya, klien menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu minggu dengan tiga bulan setelah tanggal neraca.

Prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi:
1.      Inspeksi
Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen dan catatan-catatan atau kondisi fisik sesuatu. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva tetap misalnya, auditor akan dapat menaksir keaslian dokumen,atau mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang mungkin dilakukan.
2.    Pengamatan
Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat pelaksanaan suatu kegiatan.
3.    Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
4.    Permintaan keterangan
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan dokumenter.
5.    Penelusuran
Dalam melaksanakan prosedur audit ini, auditor melakukan penelurusan informasi sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi.
6.    Pemeriksaan dokumen pendukung.
Pemeriksaan dokumen pendukung merupakan prosedur audit yang meliputi:
-       Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mengdukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
-    Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
7.   Perhitungan
Perhitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas pertanggung jawaban semua formulir bernomor urut tercetak.
8.    Scanning
Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikkan lebih mendalam.
9.   Pelaksanaan ulang
Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien.
10. Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor perlu menggunakan teknik audit berbentuan komputer dalam menggunakan berbagai prosedur audit yang dijelaskan diatas. .



Sabtu, 25 Maret 2017

ISU SOSIAL DAN ETIKA DALAM SISTEM INFORMASI

ISU SOSIAL DAN ETIKA DALAM SISTEM INFORMASI

ABSTRAK
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi yang sangat pesat beberapa dekade belakangan ini sangat banyak membantu aktivitas sehari-hari manusia. Manfaat yang besar ini seperti menjawab semua kebutuhan kita dalam hal keterbatasan waktu, ruang, tempat bahkan keterbatasan manusia itu sendiri. Salah satu dampak yang besar yang dirasakan manusia saat ini adalah adanya Sistem Informasi berbasis komputer dan internet.
Sistem Informasi adalah kumpulan beberapa komponen yang saling bekerja sama dalam menerima input informasi, kemudian mengolah informasi tersebut dan akhirnya menghasilkan output informasi yang bermanfaat. Sistem informasi digunakan dalam berbagai aspek mulai dari pendidikan, perkantoran, perbankan bahkan pedesaan sekalipun.
Dalam makalah ini penulis bercerita mengenai implementasi sistem infomasi dan bagaimana hubungannya dengan isu etika, sosial dan politik khususnya pada perusahaan tempat penulis bekerja dan dampak implementasi sistem informasi dalam dunia usaha pada umumnya.

PEMBAHASAN
I.               Perilaku Moral dan Konsep Etika

Kata ethics berakar dari bahasa Yunani ethos, yang berarti karakter. Etika adalah satu set kepercayaan, standar, atau pemikiran yang mengisi suatu individu, kelompok atau masyarakat. Semua individu bertanggung jawab pada masyarakat atas perilaku mereka. Masyarakat dapat berupa suatu kota, negara, atau profesi. Tidak seperti moral, etika dapat sangat berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Kita melihat perbedaan ini dibidang komputer dalam bentuk perangkat lunak bajakan perangkat lunak yang digandakan secara ilegal lalu digunakan atau dijual.
Hukum adalah peraturan perilaku formal yang dipaksakan oleh otoritas berdaulat, seperti pemerintah, pada rakyat atau warga negaranya. Meskipun saat ini sudah banyak peraturan dan perundang udangan yang mengatur mengenai penggunaan teknologi informasi tetapi penerapannya belum maksimalkan dikarenakan keawaman pengetahuan masyarakat mengenai peraturan. Hal ini membuka peluang untuk terjadinya penyalahgunaan teknologi informasi yang tidak terdeteksi atau didiamkan karena ketidaktahuan korban terhadap hukum.

          Kasus pertama kejahatan komputer terjadi pada tahun 1966, saat programer untuk suatu bank membuat suatu tambahan di program sehingga program tersebut tidak dapat menunjukan bahwa pengambilan dari rekeningnya telah melampau saldo. Ia dapat terus menulis cek walau tidak ada lagi uang di rekeningnya. Penipuan ini terus berlangsung hingga komputer tersebut rusak, dan pemrosesan secara manual mengungkapkan saldo yang telah minus. Programer tersebut tidak dituntut melakukan kejahatan komputer, karena peraturan hukumnya belum ada. Sebaliknya, ia dituntut membuat entry palsu di catatan bank.
Kita dapat melihat bahwa penggunaan komputer dalam bisnis diarahkan oleh nilai-nilai moral dan etika dari para manajer, spesialis informasi dan pemakai, dan juga hukum yang berlaku. Hukum paling mudah diinterpretasikan karena berbentuk tertulis. Di pihak lain, etika tidak didefinisikan secara persis dan tidak disepakati oleh semua anggota masyarakat karena biasanya dilandaskan pada kebiasaan dan kepantasan semata. Bidang yang sukar dari etika komputer inilah yang sedang memperoleh banyak perhatian.
II.             Budaya Etika dalam Sebuah Perusahaan

          Hubungan antara pimpinan dengan instansi merupakan hubungan yang di dasari oleh etika. Meskipun setiap perusahaan memiliki peraturan tertulis yang diterapkan secara adil terhadap keryawannya, namun ada peraturan “tidak tertulis” yang juga harus diakui dan dipatuhi oleh semua karyawan maupun pemberi kerja. Disinila etika menjadi penting. Jika perusahaan pemberi kerja  harus berlaku etis, maka para manajemen puncak dan staff nya harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya.

Salah satu tugas manajemen perusahaan adalah memastikan bahwa apapun konsep etikanya yang dianut menyebar diseluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Para eksekutif di perusahaan biasanya mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu dalam bentuk pernyataan tekad (komitmen), program-program etika, dan kode etik khusus pada setiap instansi.
Komitmen adalah pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakan oleh pimpinan instansi. Tujuan komitmen ini adalah menginformasikan orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar instansi mengenai nilai-nilai etika yang diberlakukan.

Program etika adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan pernyataan komitmen. Suatu aktivitas yang umum adalah pertemuan orientasi yang dilaksanakan bagi pegawai baru. Selama pertemuan ini, subyek etika mendapat cukup perhatian.
Contoh lain dari program etika adalah audit etika. Dalam audit etika, sesorang auditor internal mengadakan pertemuan dengan seorang manajer selama beberapa jam untuk mempelajari bagaimana unit manajer tersebut melaksanakan pernyataan komitmen.
Dalam hal kode etik khusus instansi, biasanya banyak instansi telah merancang kode etika mereka sendiri. Kadang-kadang kode ini diadaptasi dari kode etik dari organisasi sejenis.

III.       Alasan Pentingnya Etika dalam Pemanfaatan Sistem Informasi
         
James Moor mengidentifikasikan tiga alasan utama dibalik minat masyarakat yang tinggi akan etika komputer: kelenturan secara logis, faktor transformasi, dan faktor ketidaktampakan.

a.         Kelenturan secara logis (Logical Malleability)
          Moor mengartikan kelenturan secara logis sebagai kemampuan untuk memprogram komputer untuk melakukan  hampir apa saja yang ingin kita lakukan. Komputer akan melakukan terpat seperti apa yang diinstruksikan oleh pemogram, dan hal ini bisa menjadi pikiran yang menakutkan. Tetapi, jika komputer digunakan untuk melakukan kegiatan yang tidak etis bahayanya bukan terletak pada komputer tersebut, melainkan orang-orang yang berada di balik komputer tersebutlah yang bersalah.
b.        Faktor transformasi.
          Alasan kepedulian pada etika komputer ini didasarkan pada fakta bahwa komputer dapat mengubah secara drastis cara kita melakukan sesuatu. Kita dapat melihat transformasi tugas yang sama pada semua jenis organisasi. Contoh penerapan yang baik pada perusahaan adalah surat electronik (e-mail). Email tidak hanya memberikan cara bertelepon yang lain, tetapi memberikan cara komunikasi yang sama sekali baru. Contoh real di perusahaan saya yang dapat saya jelakan adalah mengenai penggunaan teknology e-video conference dengan menggunakan teknologi aplikasi skype. Dulu para manajer harus berkumpul secara fisik di satu lokasi, sekarang mereka dapat bertemu dalam bentuk konferensi video. Hal ini akan sangat meghemat perusahaan dalam hal waktu, biaya perjalanan seperti tiket, hotel dan sebagainya, dan lain lain. Lead advisor yang duty based nya ada di Amerika tidak perlu repot dating ke Indonesia hanya untuk rapat.

c.        Faktor tak kasat mata (Invisibility Factors)
Alasan ketiga minat masyarakat pada etika komputer adalah karena semua operasi internal komputer tersembunyi dari penglihatan. Operasi internal yang tidak nampak ini membuka peluang pada nilai nilai pemprograman yang tidak terlihat, perhitungan rumit yang tidak terlihat dan penyalahgunaan yang tidak terlihat. Contohnya adalah sebagai berikut:
1.    Nilai-nilai pemprograman yang tidak terlihat adalah perintah perintah yang programer kodekan menjadi program yang mungkin dapat atau tidak menghasilkan pemrosesan yang diinginkan pemakai. Selama penulisan program, programer harus membuat serangkaian pertimbangan nilai seperti bagaimana program mencapai tujuannya. Ini bukan suatu tindakan jahat dari pihak programer, tetapi lebih merupakan kurangnya pemahaman. Contoh dampak yang dapat timbul dari nilai-nilai pemrograman yang tidak terlihat adalah insiden nuklir Three Mile Island. Operator pembangkit listrik tersebut telah dilatih menangani keadaan gawat dengan menggunakan suatu model matematika. Model tersebut hanya dirancang untuk mensimulasikan terjadinya kerusakan
tunggal. Namun yang terjadi adalah kerusakan berganda secara serentak. Ketidakmampuan komputer memberikan apa yang diinginkan pemakainya disebabkan oleh faktor tak kasat mata ini.
2.    Perhitungan rumit yang tidak terlihat berbentuk program-program yang demikian rumit sehingga tidak dimengerti oleh pemakai. Manajer menggunakan tanpa mengetahui sama sekali bagaimana program tersebut melaksanakan perhitungan. Contohnya di perusahaan saya adalah setiap kali ada problem berkaitan dengan IT, pihak manager 100% akan memasrahkan solusinya kepada programmer atau IT Consultant. Mereka tidak tertarik darimana asal sumber masalah, apalagi mempelajari cara mengatasinya jika terdapat masalah yang sama dikemudan hari.


IV.      Hak Sosial dan Komputer
          Masyarakat, dalam hal ini karyawan sebuhan perusahaan memiliki hak-hak tertentu berkaitan dengan penggunaan komputer. Komputer merupakan peralatan yang begitu penuh daya sehingga tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Deborah Johnson, professor pada Rensselaer Polytechnic Institute, yakin bahwa masyarakat memiliki hak atas akses komputer, keahlian komputer, spesialis komputer dan pengambilan keputusan komputer.

1. Hak atas akses komputer.
          Setiap orang tidak perlu memiliki sebuah komputer, seperti juga tidak setiap orang memiliki mobil. Namun, pemilikan atas akses computer merupakan kunci mencapai hak-hak tertentu lain. Misalnya akses ke komputer berarti kunci mendapatkan pendidikan yang baik.

2. Hak atas keahlian komputer.
          Saat komputer mula-mula muncul, ada ketakutan yang luas dari para pekerja bahwa komputer akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja masal. Hal itu tidak terjadi. Kenyataannya, komputer telah menciptakan pekerjaan lebih banyak daripada yang dihilangkannya.
          Tidak semua pekerja menggunakan komputer atau memerlukan pengetahuan komputer, tetapi banyak yang demikian. Dalam mempersiapkan pelajar untuk bekerja di masyarakat modern, pendidik sering menganggap pengetahuan tentang komputer sebagai suatu kebutuhan.

3. Hak atas spesialis komputer.
          Adalah mustahil seseorang memperoleh semua pengetahuan dan keahlian komputer yang diperlukan. Karena itu kita harus memiliki akses ke para spesialis tersebut, seperti kita memiliki akses ke dokter, pengacara, dan tukang ledeng.

4. Hak atas pengembalian keputusan komputer.
          Walau masyarakat tidak banyak berpartisipasi dalam pengambilan\ keputusan mengenai bagaimana komputer diterapkan, masyarakat memiliki hak tersebut. Hal ini layak jika komputer dapat berdampak buruk bagi masyarakat. Hak-hak ini dicerminkan dalam UU computer yang telah mengatur penggunaan komputer. Hak atas Informasi. Klasifikasi hak asasi manusia dalam era komputer yang paling luas dipublikasikan adalah PAPA yang dibuat Richard O. Mason, seorang professor di Southern Methodist University, menciptakan akronim PAPA untuk menggambarkan empat hak asasi masyarakat dalam hal informasi. PAPA merupakan singkatan dari Privacy (privasi), accuracy (akurasi), property (kepemilikan), dan accessibility (aksesbilitas). (http://abdee-joy.blogspot.co.id/2010/12/dampak-etika-dan-sosial-pemanfaatan.html)

1. Hak atas privasi.
          Hakim Pengadilan Tinggi Louis Branders dikenal karena mengakui “hak untuk dibiarkan menyendiri.” Mason menganggap hak ini sedang terancam karena dua kekuatan. Yang satu adalah meningkatnya kemampuan komputer untuk digunakan bagi pengintaian, dan yang lain adalah meningkatnya nilai informasi dalam pengambilan Keputusan Contoh-contoh diatas adalah contoh-contoh pengintaian yang tidak menggunakan komputer. Masyarakat umum sadar bahwa computer dapat digunakan untuk tujuan ini, namun barangkali tidak sadar akan data pribadi mana yang dengan mudah dapat diakses. Jika Anda tahu cara mencarinya, Anda dapat memperoleh informasi data pribadi dan informasi keuangan apapun yang dimiliki oleh warga negara AS.

2. Hak atas akurasi.
          Komputer dipercaya mampu mencapai tingkat akurasi yang tidak dapat dicapai oleh sistem nonkomputer. Potensi ini selalu ada, tetapi tidak selalu tercapai. Sebagian sistem berbasis komputer mengandung kesalahan lebih banyak daripada yang dapat ditolerir sistem manual. Dalam banyak kasus, kerusakan terbatas pada gangguan sementara, seperti saat  harus memproses penagihan yang telah Anda bayar. Dalam kasus lain, biayanya mungkin lebih besar.

3. Hak atas kepemilikan.
          Di sini kita berbicara mengenai hak milik intelektual, umumnya dalam bentuk program-program komputer. Kita sering melihat para pemakai yang telah membeli hak untuk menggunakan perangkat lunak jadi menggandakannya secara illegal, kadang-kadang untuk dijual kembali. Dalam kasus lain, suatu penjual perangkat lunak mungkin meniru produk popular dari penjual lain.
Para penjual perangkat lunak dapat menjaga hak milik intelektual mereka dari pencurian melalui hak cipta, paten, dan perjanjian lisensi. Hingga tahun 1980-an, perangkat lunak tidak dilindungi oleh UU hak cipta atau paten. Namun, sekarang keduannya dapat digunakan untuk memberikan perlindungan. Paten memberikan perlindungan yang sangat kuat di negara-negara yang menegakkannya, karena perlindungan hak cipta menetapkan bahwa suatu tiruan (clone) tidak harus persis serupa dengan versi orisinalnya.
Para penjual perangkat lunak mencoba menambal lubang-lubang dalam hukum melalui perjanjian lisensi yang diterima para pelanggan saat mereka menggunakan perangkat lunak tersebut. Pelanggaran perjanjian membuat pelanggan dapat dituntut di pengadilan.

4. Hak atas akses.
          Sebelum adanya database komputer, banyak informasi yang tersedia bagi masyarakat umum dalam bentuk dokumen tercetak atau mikrofilm diperpustakaan. Informasi tersebut terdiri dari berita berita, hasil penelitian ilmiah, statistik pemerintah, dan lain-lain. Sekarang, banyak dari informasi tersebut yang telah diubah menjadi database komersial yang menjadikannya kurang dapat diakses masyarakat. Untuk memiliki akses ke informasi tersebut, seseorang harus memiliki perangkat lunak dan perangkat keras komputer yang diperlukan, dan membayar biaya akses. Dengan melihat fakta bahwa komputer dapat mengakses data dari penyimpanan lebih cepat dan lebih mudah dari teknologi lain, maka menjadi ironis bahwa hak untuk akses merupakan masalah etis jaman modern ini.

Kontrak Sosial Jasa Informasi
          Mason yakin bahwa untuk memecahkan permasalahan etika komputer, jasa informasi harus masuk ke dalam suatu kontrak sosial yang memastikan bahwa komputer akan digunakan untuk kebaikan sosial. Jasa informasi membuat kontrak tersebut dengan individu dan kelompok yang menggunakan atau yang dipengaruhi oleh output informasinya. Kontrak ini tidak tertulis tetapi tersirat dalam segala sesuatu yang dilakukan jasa informasi.
Kontrak tersebut menyatakan bahwa:
• komputer tidak akan digunakan untuk sengaja mengganggu privasi seseorang
• setiap ukuran akan dibuat untuk memastikan akurasi pemprosesan komputer
• hak milik intelektual akan dilindungi
• komputer akan dapat diakses masyarakat sehingga anggota masyarakat terhindar dari ketidaktahuan informasi.
Singkatnya, masyarakat jasa informasi harus bertanggung jawab atas kontrak sosial yang timbul dari sistem yang dirancang dan diterapkannya.
V.       Sistem Informasi dan keterkaitannya dengan Isu Etika, Politik dan Sosial di Perusahaan tempat saya bekerja.
Isu etika, sosial, dan politis utama yang muncul oleh adanya sistem informasi mencakup dimensi moral berikut :
1.    Hak dan Kewajiban informasi .
Hak informasi apa yang dimiliki individu dan organisasi? Apa yang dapat dilindungi hak tersebut? Apakah kewajiban individu dan organisasi yang berkaitan dengan informasi ini?

2.    Kepemilikan hak dan kewajiban.
Bagaimana hak kekayaan intelektual pribadi tradisional dilindungi dalam sebuah masyarakat digital dimana melacak dan menghitung hak kepemilikan sulit dilakukan dan mengabaikan hak-hak pribadi menjadi sangat mudah?

3.    Akuntabilitas dan pengandalian.
Siapa yang dapat dan akan dituntut akuntabilitas dan tanggung jawabnya atas bahaya-bahaya yang terjadi dari informasi individu dan kolektif serta hak-hak pribadi?

4.    Kualitas sistem.
Standar kualitas sistem dan data apakah yang harus dipenuhi untuk melindungi hak pribadi dan keamanan masyarakat?

5.    Kualitas hidup.
Nilai apa yang harus dilindungi dalam sebuh masyarakat yang didasarkan pengetahuan dan teknologi? Institusi mana yang harus dilindungi dari kejahatan? Nilai dan praktik budaya mana yang harus didukung oleh teknologi informasi yang baru?

Ketika dihadapkan pada situasi yang tampaknya memunculkan isu etika,bagaimana sehatusnya anda menganalisis masalah ini? Proses lima langkah berikut dapat membantu.
1. Identifikasi dan jelaskan faktanya dengan jelas.
2. Didefinisikan konflik atau dilemanya dan identifikasi nilai-nilai luhur yang terlibat.
3. Identifikasi pihak-pihak yang berkepentingannya.
4. Identifikasi pilihan yang dapat anda ambil denagn beralasan.
5. Identifikasi potensi konsekuensi dari pilihan anda.
Di bawah ini penulis mencoba menguraikan hubungan antara implementasi Sistem Informasi dan hubungannya dengan isu isu etika, sosial dan politis.
V.1.       Keterkaitan dengan Isu Isu Politis (Demokratisasi)
Salah satu dampak penerapan teknologi informasi dalam hal politik adalah meningkatnya peransan masyarakat dalam memonitor kinerja pemerintah. Dengan e-government maka hal ini bisa tercapai. Saat ini masyarakat bisa berinteraksi langsung dengan para pejabat melalui akun twitter, facebook ataupun melalui blog khusus yang di sedikan oleh pemangku jabatan masing masing. Presiden saat ini dapat berinteraksi dengan rakyat yang telah memilihnya, kegiatan tanya jawab, melakukan voting, saran dan kritik akan dapat tersalurkan dengan cepat, langsung, dan nyaman. Ini membuat masyarakat lebih tanggap dan mendapatkan kemungkinan suaranya didengar secara mudah. Masyarakat yang dapat bercakap-cakap langsung dengan anggota DPR itu juga dapat melakukan review kenapa mereka memilih perwakilan mereka tersebut dan dapat menentukan pilihan untuk wakil mereka di masa depan.
Hubungan penerapan Sistem Informasi dalam isu politik di perusahaan saya:
Sistem informasi yang ada saat ini memudahkan kami dalam hal pembuatan keputusan secara cepat. Misalnya untuk pembuatan pembuatan peraturan perusahaan terbaru, kami tidak perlu lagi menunggu sampai adanya rapat tahunan di akhir tahun, untuk mengajukan usulan usulan regulasi berkaitan dengan kepegawaian dan kondisi politik perusahaan. Kami hanya tinggal membuat proposal dan mengirimkan ke dewan direksi untuk dimintai pertimbangan. Bilamana ada pertanyaan kami parbisa mengadakan video call untuk membahas lebih detail dan kemudian tinggal menunggu jawaban dalam waktu relative singkat sampai dengan kami mendapat persetuan. Hal ini tidak hanya menghemat biaya tetapi juga meningkatkan tingkat transparansi atas sebuah pengambilan keputusan.
V.2.       Keterkaitan dengan Isu Isu Sosial
Dengan menggunakan teknologi informasi berarti informasi yang disampaikan kebanyakan menggunakan media digital. Surat menyurat yang mungkin pada awalnya dapat bertumpuk-tumpuk kini cukup dengan menggunakan e-mail sudah dapat dilaksanakan. Dengan demikian penggunaan kertas dapat dikurangi yang berarti penebangan pohon dapat berkurang.
Harus diakui tidak semua orang melek terhadap teknologi. Bagi warga yang berada jauh di pedalaman akan susah untuk mengakses website, blog, atau video streaming dibandingkan dengan masyarakat di perkotaan. Namun tidak bisa menampik juga bahwa adanya teknologi informasi dalam hal ini penggunaan internet akan membuat masyarakan di pedalaman “melek” informasi dan terpacu untuk mempelajari bidang teknologi informasi. Peluang peluang baik bisnis maupun pekerjaan yang ada akan semakin cepat di tangkap oleh masyarakat yang jauh dari kota.
Hubungan penerapan Sistem Informasi dalam isu sosial di perusahaan saya
Perusahaan saya saat ini sedang menggalakkan pelatihan tenaga tenaga ahli untuk bidang energi terbarukan. Pelatihan ini dibuka gratis untuk para guru guru SMK yang berminat dengan harapan para guru akan mengimplementasi apa yang di pelajari kepada murid muridnya. Saat ini target pelatihan adalah guru guru di daerah Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya. Sistem informasi memungkinan pelatihan ini bisa dilakukan secara on line dan off line, Hanya bermodalkan seperangkat komputer, aplikasi dan jaringan internet, guru guru bahkan di pedalakan NTB bisa mengikuti pelatihan ini. Artinya dengan adanya sistem informasi terbuka kesempatan yang lebih merata bagi masyarakat di mana pun berada untuk mengembangkan ilmu dan pada akhirnya meningkatkan kualitas dalam menghadapi persaingan dunia kerja saat ini.
Jika kita berbicara mengenai pemanfaatan sistem informasi, hal hal yang di sebut di atas adalah contoh contoh dampak baik atas penerapan sistem informasi berbasi teknologi informasi. Tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa ada juga dampak negative dari penerapan sistem informasi. Diantaranya adalah seperti di bawah ini:

V.3 Dampak Negatif Sistem Informasi dan Solusi
Walaupun penggunaan teknologi informasi dalam politik memberikan benefit yang sangat banyak, namun tetap ada dampak negatifnya, dalam segi:
1.       Biaya
Walaupun politik yang menggunakan informasi dan teknologi dapat melakukan pengeluaran yang lebih sedikit daripada konvensional, namun sebelumnya untuk membuat infrastruktur dan teknisinya akan memiliki biaya yang sangat mahal. Contohnya di perusahaan saya hanya untuk membeli sebuah license software harus mengeluarkan uang jutaan rupiah per unit computer. Bayangkan jika perusahaan memiliki ratusan computer pasti akan memakan biaya besar. Terkadang hal ini beujung pada jalan pintas perusahaan membeli software bajakan atau palsu demi penghematan biaya.
2.       Jangkauan akses
Harus diakui tidak semua orang melek terhadap teknologi. Bagi warga yang berada jauh di pedalaman akan susah untuk mengakses website, blog, atau video streaming tentang politik di Indonesia. Demikian juga dengan sistem pelatihan yang diterapkan oleh perusahaan kami, tidak bisa di akses untuk orang orang yang tidak memiliki akses internet. Hal ini merupakan tantangan tersendiri untuk kami sebagai perusahaan untuk membuat inovasi inovasi baru yang lebih akomodatif untuk masyarakan pedalaman.
3.       Privasi
Privasi sangat identik dengan etika. Etika dimana setiap individu memerlukan ruangan untuk informasi dan kebutuhan yang tidak terkait dengan orang lain. Sebuah badan politik seperti negara memerlukan tanggapan dari warganya. Jika negara terus meminta informasi maka privasi dari seseorang semakin sulit untuk dijaga. Ini akhirnya menjadi dilema, di sisi yang satu data dari masyarakat dihimpun untuk mengembangkan kegiatan negara namun di sisi yang lain negara pun harus menjunjung tinggi hak privasi warganya. 
Hal yang sama juga terjadi di perusahaan kami, di mana akibat kemudahan akses informasi dan komunikasi seringkali atasan atau rekan kerja menghubungi kami para karyawan pada jam jam diluar kantor dan di luar hari kerja untuk mengatasi permasalahan kantor. Sehinggal privasi sebagai pribadi menjadi berkurang maknanya
Contoh lain adalah pemasangan CCTV di area kerja, membuat karyawan seolah olah terus di awasi oleh atasan, sehingga akhirnya suasana kerja menjadi tidak natural atau ada kekhawatiran.
Dalam membuat kegiatan politik menggunakan teknologi informasi menjadi nyaman maka dampak negatif yang ada harus sebisa mungkin diminimalisir. Adapun solusi yang dapat dirujuk dan dikembangkan adalah sebagai berikut:
1.    Masyarakat pada umumnya dan karyawan perusahaan pada khusunya diajarkan fungsi dan manfaat teknologi informasi. Perkembangannya yang semakin pesat akan harus selalu dikejar masyarakat agar dalam kegiatan politik dan teknologi informasi masyarakat dapat mengikuti. Contohnya, tanpa adanya pemahaman akan teknologi informasi maka kegiatan e-government sendiri tidak akan berjalan.
2.    Perusahaan sedini mungkin menunjukkan transparansi kepada karyawannya. Karyawan yang dapat melihat kegiatan perusahaan maka dapat menjadi semakin kritis dan memberikan solusi tepat guna. Kegiatan yang ditutup-tutupi oleh perusahaan hanya akan memberikan rasa tidak percaya dari karyawan.
3.    Karyawan diberikan pemahaman menyeluruh tentang etika dalam teknologi informasi agar dapat membentengi diri dalam penyalahgunaan privasi, baik itu dari orang lain maupun perusahaan. Dengan demikian data-data yang tersalurkan adalah data yang memang dibutuhkan untuk pengembangan perusahaan dan bukan data pribadi yang tidak berhak untuk disebarkan.

KESIMPULAN
          Manajer sebagai pengelola peusahaan merupakan regulator bagi perusahaan yang di jalankannya. Manager harus menetapkan kebijakan dan prosedur dalam hal etika, termasuk penggunaan sistem informasi secara etis. Pimpinan Perusahaan  juga bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan dilemma-dilema etika sewaktu mereka berusaha menyeimbangkan kebutuhan dan minat.
Perkembangan pesat teknologi informasi menciptakan situasi-situasi baru dimana gaya bekerja dan kebisaan karyawan berubah ke arah modern yang memerlukan aturan-aturan baru dalam menyikapi dampak negatifnya.Teknologi informasi menghadirkan perubahan-perubahan yang menciptakan isu-isu etika baru bagi masyarakat untuk dibahas dan dicari jalan keluarnya Hal ini dimaklumi karena hukum yang ada mungkin sudah tidak relevan lagi. Muncul berbagai macam “gray area” dimana standar etika belum ditetapkan dan disosialisasikan. Diperlukan solusi yang baru untuk era informasi sebagai penuntun individu dan organisasi dalam mengambil tindakan.